Pertama, judul buku ini nyeleneh banget dan unik. Aku udah skeptis kalau buku ini penuh dengan romansa anak SMA yang barbar_bucin_abis >_< tapi kok covernya ada unsur makanan gitu? Sebagai orang yang kerap ngelihat cover terlebih dulu, aku akhirnya memutuskan buat kepoin buku ini lewat Gramedia Digital.
Kedua, buku ini ringan! Halamannya gak sampai 200-an dan aku rasa bisa dinikmati sekali duduk. Selain ceritanya, ada makanan yang bisa kita nikmatin juga. Loh, gimana?
Ketiga, ceritanya juga tipikal anak SMA which is reminds me of high school era :D Alkisah Aro kerap jadi bahan perundungan teman-temannya dan berakhir jarang masuk ke kelas. Di satu sisi Aro ini sekelas dengan ketos dan waketos! Wargh double combo. Zakia sebagai waketos dadakan berinisiatif untuk bantu Aro karena ngerasa ada yang gak beres. Sayangnya, banyak pihak yang ragu dan nasehatin dia untuk gak usah dekat-dekat dengan Aro. Emang ada apa sih sama Aro?
Keempat, selain bisa nemuin jawabannya dengan baca buku ini (berkaitan sama point kedua), kita juga bisa nemuin beragam makanan khas Betawi! Aku yang tinggal di Jakarta baru tau ada banyak makanan daerah ibukota (eh, udah ganti yah? :3) yang kelihatan enak-enak. Deskripsi setiap makanan juga cara memasaknya disampaikan dengan cukup jelas. Jadi, aku ngerasa kalau kesan budayanya dapet banget. Terus juga kita diberi insight bagaimana anak muda menjaga kebudayaan khususnya ya dalam hal santapan.
Kelima, meskipun ceritanya berkaitan sama anak SMA, tapi gak melulu tentang percintaannya kok. Selain budaya tadi juga ada kekeluargaan, pertemanan, dan kehidupan - tentang bagaimana kita mensyukuri, menjaga, dan mengasihi apa yang kita miliki sekarang. Juga bagaimana menghadapi rasa penyesalan atas apa yang sudah terjadi.
Well, kurang lebih itu lima points hal-hal yang aku nikmati serta dapatkan dari pengalamanku membaca buku ini. Meskipun begitu, ada beberapa hal yang aku sayangkan seperti typo, alur yang bikin aku bertanya-tanya atas tindakan tokohnya, terus juga bagian waktu... Zakia minta Aro untuk masak makanan enak (kupikir mau buktiin ke ayah Aro, tapi gak??? dan malah datengin sekolah lain untuk selesaiin kesalahpahaman yang terjadi pada Aro), yang mana di bagian itu Zakia jadi korban :( menurutku penyelesaian konfliknya kurang pas aja. At the end of the story, aku dibuat amazed dengan apa yang dipilih Aro dan ya cukup menikmati bacaan ini!
Hm, cowok, tapi suaranya mirip cewek? Terus cewek, tapi suaranya mirip cowok?
Bagiku cerita di buku ini unik dan fresh. Beberapa kali aku dibuat cekikikan dengan apa yang terjadi di antara kedua tokohnya itu. Lewat buku ini aku juga jadi memahami tentang voice over mulai dari proses audisinya, latihannya, dan eksekusinya. Ya, walaupun dalam buku ini audisinya terbilang unik dan karena insiden - too bad, insiden tersebut gak diceritakan bagaimana bisa terjadi secara mendetail. Jadi kesannya banyak yang missed. Terus juga aku ngerasa kalau alurnya terburu-buru dan kerasa kurang melekat.
Meskipun begitu, lewat buku ini banyak disorot tentang bagaimana kita berusaha meraih dan mempertahankan apa yang kita inginkan. Aku sendiri ngerasa amazed dengan Akira karena dia udah tau dan paham jalan mana yang dia pilih untuk jadi apa dan bagaimana menempuhnya. Selain itu, sifatnya yang gigih juga perlu dikagumi. Terus juga aku belajar kalau peluang itu pasti ada dan dapat kita coba dengan kita berusaha.
Alkisah terjadi kejadian yang menggegerkan Jatinegara. Banyak mayat anak jalanan yang ditemukan di tempat umum. Kejadian tersebut menggugah Kanti dan Elang untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Siapa pelakunya? Apa motifnya?
Buku ini membuat pembacanya penasaran, penulisan kalimatnya sangat mudah dipahami, dan mudah didapatkan karena aku pribadi membacanya lewat iPusnas. Oh, antreannya juga banyak jadi perlu banyak bersabar dan keberuntungan alias siapa cepat dia yang dapat.
“Ya, memang agak gila, ‘kan? Kayaknya semua orang udah jadi gila sendiri-sendiri.”
Aku setuju dengan percakapan tersebut. Bagiku, lewat buku ini kerasa banget kegilaan yang berkaitan dengan isu sosialnya. Dua Dini Hari mengangkat isu sosial yang mudah ditemui. Melalui buku ini aku berpendapat kalau akar permasalahannya adalah kemiskinan dan anak-anak lah yang menjadi korban menanggung akibatnya, padahal mereka tidak bisa memilih untuk lahir di keluarga seperti apa.
Tokoh-tokohnya - khususnya yang terlibat dalam lingkaran kejahatan itu juga gila banget. Yah, emang benar kalau kejahatan itu bisa dilakukan orang terdekat kita, that's why we need to be careful dan menjaga diri. Lewat buku ini kita juga diberi pandangan kalau ketika ikut campur dan menerjunkan diri ke suatu masalah, bisa saja kita yang menjadi korbannya.
Overall, aku menikmati pengalaman membacaku dengan buku ini. Pengalaman yang udah lama gak aku dapatkan karena membaca buku thriller/crime lokal. Namun, aku berharap adanya pengembangan pada beberapa bagian cerita supaya terasa utuh dan gak in rush, bagian pengungkapan dalang-dalangnya sendiri juga terasa kurang untukku. Terus juga sebelum memutuskan untuk membaca ini, aku beberapa kali baca review kalau banyak yang penasaran dengan kaitan judul dengan ceritanya. Well, aku sendiri juga merasakan hal yang sama, tapi apakah karena rentetan kejadian yang terjadi ini dilakukan pada dini hari?
Ternyata tertawa tanpa membuat diri sendiri menangis itu jauh lebih menyenangkan.
Berawal dari scroll Gramedia Digital dan nemu cover cakep yang disajikan buku ini, aku jadi tergiur, dan setelah aku simpan selama beberapa hari – akhirnya aku coba baca dan huft, tertipu!
Buku ini disampaikan dengan sudut pandang pertama dari dua tokoh: Kuma dan Bo. Kuma seorang mahasiswi yang memiliki latar belakang keluarga pelawak dan punya keinginan untuk bisa membuat orang lain tertawa. Sementara, Bo yang tengah berusaha berjuang untuk hidupnya atas sepeninggalnya ibu, lalu hidup dengan ayahnya yang terserang stroke, dan kakaknya yang tidak bisa diandalkan. Kedua tokoh saling berjuang untuk hidupnya masing-masing.
Aku suka bagaimana nilai kehidupan banyak dimuat dari buku ini:
Lingkungan yang supportif membuat kita semakin berkembang juga merubah diri kita ke arah yang lebih baik.
Bahwa stand up for ourselves itu menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Bahwa apa yang kita tunjukkan, benar adanya, dan tidak seperti apa yang orang lain kira.
Pertolongan itu selalu ada dan kita tidak sendirian.
Tidak perlu berpura-pura sampai menyakiti diri sendiri untuk menghibur orang lain.
Aku juga jadi lebih tau bagaimana dunia pelawak yang cukup pelik, rasanya hal tersebut menjadi concern bagi para pelawak. Banyak juga istilah-istilah baru yang kupelajari tentang dunia entertainment, khususnya stand-up comedy. Bagiku penggunaan sudut pandang dalam buku ini juga pas karena aku sebagai pembaca bisa merasakan perbedaan tension saat tokoh tersebut sedang bercerita.
Terkait dengan isinya – cerita dalam buku ini tidak secerah covernya. Banyak mengangkat isu kesehatan mental juga hal lain yang dapat dilihat melalui content warnings yang aku cantumkan. Bahasa dan penggunaan kalimatnya pun sangat mudah dipahami jadi gak akan bikin makan waktu lama untuk menikmati ceritanya. Apalagi banyak hal-hal lucu yang juga aku dapatkan di sini. Komedinya pas!
Setelah dibuat terharu dengan cerita Kesetiaan Mr. X dan bagaimana cerdasnya Detektif Galileo, aku penasaran dengan cerita Salvation of a Saint. Akhirnya waktu selesai baca buku ini, kekagumanku pada Detektif Galileo gak berubah. He is indeed a genius detective.
Cara bagaimana tersangka mengeksekusi si korban juga gak ketebak dan di luar kepalaku. Meskipun begitu, aku berpendapat kalau alur cerita di buku ini lebih kompleks dan terasa muter-muter. Padahal di awal cerita udah beberapa kali di kasih hint siapa dan apa penyebabnya, tapi entah kenapa aku kurang puas waktu kebenarannya terkuak. Karakter suami juga argh ngeselin banget terlalu memandang rendah wanita even istri dia sendiri. Terus juga karakter detektif cowok yang terlalu bias... bikin gregetan.
Aku sendiri jujur lebih interest dan ngerasa seru bacanya sewaktu kasus beberapa tahun silam disinggung: mantan pacar sang suami yang kebetulan sahabat istri dan apa yang terjadi dengan suami juga asisten istrinya itu. Overall, aku menikmati keseruan buku ini dan makin penasaran dengan kisah Detektif Galileo selanjutnya :]
Buku ini menjabarkan bagaimana dr. Andreas melewati proses duka yang dialami beliau atas kepergian orang-orang yang Ia sayangi. Salah satunya ialah Hiro. Banyak sekali hal yang kupelajari sampai catatanku penuh untuk menuangkan garis besarnya tentang apa yang perlu aku pelajari dan menjadi refleksi.
Tulisannya disampaikan dengan rapi, bahasa yang sederhana, juga caranya yang diibaratkan dengan kegiatan dalam kehidupan – seperti dilalui dengan mencuci piring juga menyusun puzzle. Konsep mindfulness, impermanence, dan glimmers serta triggers menjadi beberapa istilah yang aku highlight karena maknanya.
Dan, benar. Perasaan duka menjadi hal yang wajar, tidak perlu terburu-buru untuk menerimanya, dan tanpa memaksa. Aku pun merasa demikian karena setiap orang mempunyai caranya masing-masing dalam menanggapi kedukaan. Yang terpenting adalah kita tidak membandingkan antara satu duka dengan yang lainnya dan jangan mengajari orang yang berduka.
Terima kasih atas tulisannya yang indah dan telah berbagi pengalaman dengan kami, Dok.
Setelah membaca Pembunuhan di Rumah Miring, aku dibuat penasaran sama Detektif Mitarai. Akhirnya beberapa hari lalu dapet slot untuk baca lewat iJakarta.
The Tokyo Zodiac Murders – kita akan disambut dengan surat wasiat yang ditulis Heikichi seorang seniman di bagian awal. Lewat surat tsb., Heikichi menjelaskan bagaimana seluk beluk kehidupannya, keluarganya, perjalanannya, sampai ambisinya untuk membuat Azoth (dalam pemahamanku Azoth adalah boneka yang dibentuk dari potongan korban Heikichi). Namun, ternyata Heichi ditemukan meninggal lebih dulu daripada korban-korbannya yang terdiri dari anak-anak dan keponakannya. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi? Lebih dari 40 tahun kasus ini berusaha dikuak.
Aku menemukan kalau cerita yang diangkat cukup unik. Bagian surat wasiat membuatku lebih mengenal Heikichi juga perjalanannya. Aku juga dibuat amazed karena cerita di sini banyak membahas tentang zodiak. Ya, gak dalam artian yang menjustifikasi zodiak ini begitu zodiak itu begini. Terus juga di beberapa bagian juga terdapat ilustrasi denah serta korban-korban dari kasus yang terjadi.
Sayangnya, aku kerap ngerasa lost dan bingung karena pembahasannya yang fokus ke hal lain. Misal di bagian pertengahan ngomongin Sherlock Holmes. Meskipun begitu, pengalaman membacaku untuk buku ini cukup menyenangkan walau banyak pusingnya. Bolak-balik lihat catatanku yang isinya tokoh-tokoh dalam cerita ini saking banyaknya.