A review by veraveruchka
Tatiana and Alexander by Paullina Simons

3.0

Buku ini merupakan buku kedua dari trilogi Tatiana dan Alexander karya Paullina Simons.

Tatiana kini berusia delapan belas tahun, hamil, dan berhasil lolos dari cengkeraman Uni Soviet. Namun Tatiana harus melanjutkan perjalanannya ke New York tanpa Alexander, yang menurut berita telah meninggal tenggelam di Danau Ladoga ketika akan pergi ke Volkhov untuk menerima kenaikan pangkat. Tatiana harus berjuang melanjutkan hidupnya, mengasuh anaknya, semuanya di bawah bayang-bayang Alexander yang sangat dicintainya.

Haruskah saya menulis ini di balik tirai spoiler jika saya berkata "Alexander belum mati"? Well, Alexander belum mati . Dia bertahan melewati siksaan-siksaan dari NKVD (polisi rahasia Rusia), kelanjutan perang sebagai kapten penal battalion (tidak yakin saya harus menerjemahkannya sebagai apa dalam bahasa Indonesia), juga di bawah bayang-bayang Tatiana. Mereka terpisah beribu mil jauhnya, hanya dengan keyakinan buta bahwa belahan jiwa mereka masih hidup...dan mungkin saja, berbahagia. Sanggupkah Tatiana dan Alexander melanjutkan hidup mereka, dan hidup semacam apa yang menanti mereka selanjutnya?

Trilogi ini masih memaksa saya duduk lebih lama daripada yang saya inginkan. Pada awal buku, cerita dituturkan dengan alur campuran, antara kehidupan Tatiana, Alexander, dan masa lalu Alexander. Pada buku ini kita dapat mengenal lebih jauh karakter gelap Alexander, juga Tatiana. Alexander terasa sangat Chuck-Norris-y pada separuh bagian akhir novel ini. Tatiana terasa lebih keras kepala daripada biasanya, terkadang terasa naif dan agak mengesalkan, untunglah saya sudah jatuh cinta duluan pada dua sejoli ini di buku pertama. Dengan segala kekurangannya, kedalaman cinta mereka masih membuat saya bertepuk tangan. Tidak sekeras saat saya membaca The Bronze Horseman, tapi tetap saja saya bertepuk tangan.

Now eagerly searching for the third book...semoga kehidupan mereka yang penuh konflik ini pada akhirnya akan menemukan kedamaian.